Langsung ke konten utama

Kuntowijoyo


 

Kuntowijoyo, born in 1943 in Yogyakarta, Indonesia, was a prominent Indonesian intellectual, philosopher, and cultural critic. 


He dedicated his life to promoting intellectual discourse and critical thinking in Indonesian society, challenging traditional norms and ideologies. 

Kuntowijoyo was known for his groundbreaking works in various fields including politics, culture, and religion. His ideas have shaped the intellectual landscape of Indonesia and continue to inspire generations of scholars and activists.


One of Kuntowijoyo's most notable contributions was his critique of authoritarianism and political power in Indonesia. He believed in the importance of democracy, freedom, and human rights, and argued for the need to challenge oppressive structures of power. 


Kuntowijoyo's insights into the nature of power and governance have had a lasting impact on Indonesian political thought, inspiring a new generation of activists and intellectuals to fight for a more just and equitable society.


Kuntowijoyo was also a prolific writer and thinker, publishing numerous books and articles on a wide range of topics. He was known for his clear and incisive writing style, making complex ideas accessible to a wide audience. His works often challenged prevailing orthodoxies and offered fresh perspectives on key issues facing Indonesian society. 


Kuntowijoyo's writings continue to be widely read and studied, influencing ongoing debates and discussions in academia and beyond.


In addition to his contributions to politics and society, Kuntowijoyo also made significant contributions to Indonesian culture and religion. He was deeply interested in the relationship between culture, power, and identity, and explored the ways in which religion shapes social norms and practices.

 

Kuntowijoyo work on culture and religion challenged traditional hierarchies and power structures, advocating for a more inclusive and pluralistic society.


Kuntowijoyo's impact on Indonesian intellectual life cannot be overstated. His ideas have inspired countless scholars, activists, and thinkers to engage critically with the world around them and to question prevailing norms and ideologies. 

His commitment to social justice, democracy, and human rights continues to resonate with those fighting for a more just and equitable society in Indonesia and beyond.


Despite facing political persecution and censorship throughout his life, Kuntowijoyo remained steadfast in his commitment to truth, justice, and freedom. He was a fearless advocate for the rights of the marginalized and oppressed, using his intellect and writing to challenge systems of power and privilege. Kuntowijoyo's courage and integrity continue to serve as a source of inspiration for those fighting for a more just and equitable society.


In conclusion, Kuntowijoyo was a towering figure in Indonesian intellectual life, whose ideas and insights continue to resonate with scholars and activists around the world. 

His work on politics, culture, and religion has had a lasting impact on Indonesian society, challenging traditional norms and ideologies and inspiring a new generation of thinkers and activists. 

Kuntowijoyo's legacy serves as a reminder of the power of ideas to shape society and to inspire positive change. His life and work will continue to inspire generations to come, as Indonesia and the world grapple with pressing social, political, and cultural challenges.





(Take from my diary, August 2009)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dolce Far Niente

🌿 Saat waktu tak lagi menuntut, saat angin hanya berbisik pelan. Saat aku duduk di antara cahaya dan bayanganku sendiri.  Tidak ada yang harus diselesaikan. Tidak ada yang perlu dimenangkan. Hanya waktu yang mengalir tenang--berjalan tanpa suara, Dan hanya pikiranku yang menari--mengalir perlahan di dalamnya. Di kedalaman keindahan Sape, Kutemukan laut yang bisa bersenandung, Kurasakan hutan pegunungan yang diam dalam kebijaksanaan.  Aku belajar kearifan masyarakat tepian sungai, menghayati kehalusan hati masyarakat pedalaman hutan. Aku hidup tanpa beban— menghirup manisnya udara--Bahagia tanpa melakukan apa-apa. Dolce far niente...Tiada melakukan apa-apa bukan berarti hampa— tapi adalah suatu keberadaan yang tak membutuhkan pembuktian.

Ramadhan di Balikpapan

Ramadhan telah tiba. Sejak menginjakan kaki di airport Sepinggan enam bulan yang lalu, wekker- ku seolah-olah berputar sangat cepat.  Tiba-tiba saja..,. ujug-ujug sudah memasuki bulan Ramadhan. Ngerti-ngerti wes poso. Puasa tahun pertama di Balikpapan... ........... ☘️......... Ahmad Yani Airport. Akhir September 2023. Flight- ku masih satu jam lagi. Setengah mengantuk aku menuju ke toilet bandara. Cuci muka.. .................. Terasa sangat berbeda. Beberapa tahun lalu, sekitar lima atau enam tahun lalu saat aku masih wira-wiri  Semarang - Jakarta (aku lupa tahun berapa aku terakhir naik pesawat), saat itu airport ini masih belum selesai. Di sana-sini interiorrnya masih under construction . Tapi yang jelas bandara baru ini sudah dioperasikan untuk melayani penerbangan sipil, menggantikan bandara lama yang terletak di sampingnya.  Koridor dari tempat check-in menuju ruang tunggu penumpang masih polos. Bersih. Membosankan.   Hanya saja, yen ora keliru , waktu ...

Kamarintah, Republiken, Kamardikan dan Sego Godog

Sekitar tahun 80-an hingga awal 90-an sebuah gerobak kecil mangkal di seberang jalan Rumah Sakit Tentara Dokter Asmir Salatiga. Setiap malam gerobak tua dengan anglo arang yang selalu menebarkan asap " kemeluk " tebal itu, selalu dipenuhi oleh orang-orang yang asyik ngobrol. Air bekas cucian gelas kotor kopi dan teh bolak-balik dibuang di selokan.  Orang-orang menambahkan gumpalan-gumpalan " keluk " rokok diantara asap arang kelapa dari anglo yang pernah putus. Sego godog. Tangan tua yang dipenuhi keriput, dengan cekatan menuangkan air, menambahkan nasi , menambahkan bumbu. Mengaduk-aduk. Diakhiri dengan " nyiduk " nasi berkuah yang kebul-kebul, menuangkannya ke dalam piring. Begitulah sang tangan tua keriput itu berulang kali menjalankan ritual yang sama. Dan selalu akan ada tangan lain yang berganti-ganti, mengambil dan menerima piring isi nasi berkebul-kebul dari tangan keriputnya. Kadang-kadang di saat rehat, saat semua pelanggannya sudah menerima piri...