Langsung ke konten utama

Book Review: Fikih Sosial




Overview

“Fikih Sosial” is a thought-provoking work that delves into the intersection of Islamic jurisprudence (fiqh) and social dynamics. Written by the esteemed scholar Kiai Sahal Mahfudh, this book offers a fresh perspective on how fiqh can adapt to contemporary societal challenges.


Plot and Structure

The book doesn’t follow a traditional narrative plot, as it’s not a fictional work. Instead, it presents a systematic exploration of “Fikih Sosial,” emphasizing its relevance in today’s world. The structure is well-organized, with clear sections that guide readers through various aspects of social fiqh.


Character Development

Given that this is not a novel, there are no characters in the conventional sense. However, Kiai Sahal himself emerges as a central figure—a thinker who bridges the gap between tradition and modernity. His ideas and insights serve as the driving force behind the book.


Writing Style

Kiai Sahal’s writing style is scholarly yet accessible. He combines classical Islamic scholarship with contemporary language, making complex concepts understandable for a wide audience. His prose is precise, and he avoids unnecessary jargon, ensuring that readers can engage with the material.


Themes and Messages

  1. Maṣlaḥah-Oriented Fiqh: Kiai Sahal introduces the concept of “Fikih Sosial” as a model of fiqh development rooted in maṣlaḥah (public interest). He argues that fiqh should address societal needs and challenges, rather than being rigidly bound by tradition.

  2. Integration of Authenticity and Modernity: The book grapples with the tension between preserving authentic Islamic principles and adapting to the realities of the modern world. Kiai Sahal advocates for a balanced approach that respects tradition while embracing positive change.

  3. Contextualization of Traditional Texts: Kiai Sahal contextualizes classical authoritative texts (al-kutub al-mu’tabarah) by applying rules from uṣūl al-fiqh and qawā’id al-fiqhiyyah. This approach breathes new life into ancient legal sources.


Literary Techniques

Kiai Sahal employs several literary techniques:

  • Analogies: He draws parallels between historical precedents and contemporary issues.
  • Quotations: The book includes relevant quotes from classical scholars, grounding its arguments in established thought.
  • Case Studies: Real-world examples illustrate the practical implications of “Fikih Sosial.”


Assessment

  • Merits: “Fikih Sosial” successfully bridges the gap between tradition and modernity. It encourages critical thinking and fosters a nuanced understanding of fiqh.
  • Readability: The book is accessible to both scholars and lay readers. Kiai Sahal’s clarity of expression ensures a smooth reading experience.
  • Recommendation: I recommend “Fikih Sosial” to anyone interested in the evolving role of fiqh in contemporary society. It challenges assumptions and invites dialogue—a valuable contribution to Islamic scholarship.




In summary, “Fikih Sosial” is a significant work that invites readers to engage with fiqh beyond the confines of the past. 

Kiai Sahal’s vision of a socially relevant fiqh opens doors for meaningful discussions and practical applications. Whether you’re a student of Islamic studies or simply curious about the intersection of faith and society, this book is worth exploring. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dolce Far Niente

🌿 Saat waktu tak lagi menuntut, saat angin hanya berbisik pelan. Saat aku duduk di antara cahaya dan bayanganku sendiri.  Tidak ada yang harus diselesaikan. Tidak ada yang perlu dimenangkan. Hanya waktu yang mengalir tenang--berjalan tanpa suara, Dan hanya pikiranku yang menari--mengalir perlahan di dalamnya. Di kedalaman keindahan Sape, Kutemukan laut yang bisa bersenandung, Kurasakan hutan pegunungan yang diam dalam kebijaksanaan.  Aku belajar kearifan masyarakat tepian sungai, menghayati kehalusan hati masyarakat pedalaman hutan. Aku hidup tanpa beban— menghirup manisnya udara--Bahagia tanpa melakukan apa-apa. Dolce far niente...Tiada melakukan apa-apa bukan berarti hampa— tapi adalah suatu keberadaan yang tak membutuhkan pembuktian.

Kamarintah, Republiken, Kamardikan dan Sego Godog

Sekitar tahun 80-an hingga awal 90-an sebuah gerobak kecil mangkal di seberang jalan Rumah Sakit Tentara Dokter Asmir Salatiga. Setiap malam gerobak tua dengan anglo arang yang selalu menebarkan asap " kemeluk " tebal itu, selalu dipenuhi oleh orang-orang yang asyik ngobrol. Air bekas cucian gelas kotor kopi dan teh bolak-balik dibuang di selokan.  Orang-orang menambahkan gumpalan-gumpalan " keluk " rokok diantara asap arang kelapa dari anglo yang pernah putus. Sego godog. Tangan tua yang dipenuhi keriput, dengan cekatan menuangkan air, menambahkan nasi , menambahkan bumbu. Mengaduk-aduk. Diakhiri dengan " nyiduk " nasi berkuah yang kebul-kebul, menuangkannya ke dalam piring. Begitulah sang tangan tua keriput itu berulang kali menjalankan ritual yang sama. Dan selalu akan ada tangan lain yang berganti-ganti, mengambil dan menerima piring isi nasi berkebul-kebul dari tangan keriputnya. Kadang-kadang di saat rehat, saat semua pelanggannya sudah menerima piri...

Ramadhan di Balikpapan

Ramadhan telah tiba. Sejak menginjakan kaki di airport Sepinggan enam bulan yang lalu, wekker- ku seolah-olah berputar sangat cepat.  Tiba-tiba saja..,. ujug-ujug sudah memasuki bulan Ramadhan. Ngerti-ngerti wes poso. Puasa tahun pertama di Balikpapan... ........... ☘️......... Ahmad Yani Airport. Akhir September 2023. Flight- ku masih satu jam lagi. Setengah mengantuk aku menuju ke toilet bandara. Cuci muka.. .................. Terasa sangat berbeda. Beberapa tahun lalu, sekitar lima atau enam tahun lalu saat aku masih wira-wiri  Semarang - Jakarta (aku lupa tahun berapa aku terakhir naik pesawat), saat itu airport ini masih belum selesai. Di sana-sini interiorrnya masih under construction . Tapi yang jelas bandara baru ini sudah dioperasikan untuk melayani penerbangan sipil, menggantikan bandara lama yang terletak di sampingnya.  Koridor dari tempat check-in menuju ruang tunggu penumpang masih polos. Bersih. Membosankan.   Hanya saja, yen ora keliru , waktu ...