Langsung ke konten utama

KERUPUK KARAK (KARAK CRACKERS)

 


Kerupuk Karak is a traditional food made from steamed, pounded, molded and fried rice. 

Karak crackers have a savory, crunchy and slightly spicy taste. Karak crackers also contain carbohydrates, protein and fat. Karak crackers can be eaten as a side dish or snack. 


Karak Crackers were reportedly created during the Japanese colonial period by Mbah Sastro from Bratan, Solo. 

He regretted seeing the unfinished rice that was just thrown away. He then processes the remaining rice into Karak Crackers. 

Karak Crackers are a typical food from Karanganyar, Central Java. However, Karak Crackers are also widely produced and consumed in other areas, such as Sangiran, Sragen, and Jakarta. 

Karak Crackers have a savory and crunchy taste, with a slight spicy taste from garlic. Karak crackers are made from natural ingredients without preservatives, so they are healthy to consume. 


Karak crackers contain carbohydrates, protein and fat which come from rice, garlic, salt, flavorings and gendar12 medicine. 

Karak Crackers can be eaten as a side dish at meals or as an everyday snack. Karak crackers are often served with rice, vegetables, chili sauce and other side dishes. 

Karak crackers can also be served with other dishes, such as soto, gudeg and meatballs. 

The main ingredient for making Karak Crackers is rice that has been steamed with spices, such as garlic and salt. Apart from that, other ingredients used are flavorings and gendar medicine. 


How to make Karak Crackers

The method of making Karak Crackers includes several steps, namely: Steamed rice is mixed with spices, such as garlic, salt and seasoning, then pounded until smooth. 

The pounded rice is pressed into thin pieces and dried in the sun until dry. Raw Karak crackers are fried until crispy over low heat. 

Apart from being a source of carbohydrates, Karak Crackers also have other benefits, namely: 

Increases appetite, because of its delicious taste and aroma. 

Prevents anemia, because garlic contains iron which is good for the formation of red blood cells. 

Maintains digestive health, because garlic has antibacterial and antifungal properties which can overcome digestive disorders. 

Maintains heart health, because garlic has antioxidant and anti-inflammatory properties which can lower blood pressure and cholesterol. 


Karak crackers can be eaten with a variety of dishes, depending on taste and region of origin. 

Some examples of dishes that are suitable with Karak Crackers are rice, vegetables, chili sauce, and side dishes, namely Karak Crackers which are served as a side dish when eating. 

This dish is one of the daily foods in Indonesia that can be found anywhere. Soto, namely Karak Crackers served as a complement to soto, which is meat or chicken soup mixed with spices, vegetables and vermicelli. This dish is a traditional culinary dish typical of Central Java and East Java. 

Gudeg, namely Karak Crackers served as a complement to gudeg, namely rice served with jackfruit vegetables, eggs, chicken and sweet coconut milk sauce. This dish is a traditional culinary specialty of Yogyakarta. 

Bakso, namely Karak Crackers served as a complement to meatballs, namely balls of meat boiled in broth and served with vermicelli, tofu and vermicelli. This dish is one of Indonesia's favorite foods that originates from China. 


The price of Karak Crackers varies depending on the quality, size and area of sale. 

Based on several online sources, the price of Karak Crackers ranges from IDR 10,000 to IDR 30,000 per kilogram. 


Karak Crackers are a food that is liked by many people in various regions in Indonesia. 

Some areas that are famous for consuming Karak Crackers are: 

Central Java, especially Karanganyar, which is the area where Karak Crackers originate. 

Central Java, especially Sangiran, Sragen, which is one of the production centers for Karak Crackers. 

Jakarta, especially Tanah Abang, which is one of the sales centers for Karak Crackers. 

That's the information about the traditional food Karak Crackers. 

Hope it is useful. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan di Balikpapan

Ramadhan telah tiba. Sejak menginjakan kaki di airport Sepinggan enam bulan yang lalu, wekker- ku seolah-olah berputar sangat cepat.  Tiba-tiba saja..,. ujug-ujug sudah memasuki bulan Ramadhan. Ngerti-ngerti wes poso. Puasa tahun pertama di Balikpapan... ........... ☘️......... Ahmad Yani Airport. Akhir September 2023. Flight- ku masih satu jam lagi. Setengah mengantuk aku menuju ke toilet bandara. Cuci muka.. .................. Terasa sangat berbeda. Beberapa tahun lalu, sekitar lima atau enam tahun lalu saat aku masih wira-wiri  Semarang - Jakarta (aku lupa tahun berapa aku terakhir naik pesawat), saat itu airport ini masih belum selesai. Di sana-sini interiorrnya masih under construction . Tapi yang jelas bandara baru ini sudah dioperasikan untuk melayani penerbangan sipil, menggantikan bandara lama yang terletak di sampingnya.  Koridor dari tempat check-in menuju ruang tunggu penumpang masih polos. Bersih. Membosankan.   Hanya saja, yen ora keliru , waktu itu lukisan raksasa kary

Kamarintah, Republiken, Kamardikan dan Sego Godog..

Sekitar tahun 80-an hingga awal 90-an sebuah gerobak kecil mangkal di seberang jalan Rumah Sakit Tentara Dokter Asmir Salatiga. Setiap malam gerobak tua dengan anglo arang yang selalu menebarkan asap 'kemeluk" tebal itu, selalu dipenuhi oleh orang-orang yang asyik ngobrol. Air bekas cucian gelas kotor kopi dan teh bolak-balik dibuang di selokan.  Orang-orang menambahkan gumpalan-gumpalan "keluk" rokok diantara asap arang kelapa dari anglo yang pernah putus. Sego godog. Tangan tua yang dipenuhi keriput, dengan cekatan menuangkan air, menambahkan nasi , menambahkan bumbu. Mengaduk-aduk. Diakhiri dengan "nyiduk" nasi berkuah yang kebul-kebul, menuangkannya ke dalam piring. Begitulah sang tangan tua keriput itu berulang kali menjalankan ritual yang sama. Dan selalu akan ada tangan lain yang berganti-ganti, mengambil dan menerima piring isi nasi berkebul-kebul dari tangan keriputnya. Kadang-kadang di saat rehat, saat semua pelanggannya sudah menerima piring nasi

LEBARAN DI KAMPUNG HALAMAN

Jam menunjukkan pukul 19.33 WIB saat pesawat Lion Air flight 625 Balikpapan- Semarang mendarat di Airport Ahmad Yani Semarang.  Aku menutup tablet. Bersiap untuk turun.  Aku menengok keluar jendela. I see..... Home.  ......... Sepinggan Airport. Seorang laki-laki Dayak larut dalam tarian. Kaki bergerak berirama, menyapu bumi. Tangan meliuk bagaikan kepakan sayap. Melayang-melayang dalam kedamaian. Mencipta gerakan penuh rasa, menyatu dalam notasi keindahan Sape. Simple is beauty.  La beauté est simple. Keindahan dalam paduan gerak dan irama, melebur ke dalam kemurnian alam. Living in harmony . Nature is mother of culture. Alam memberikan kehidupan. Alam menerima kehidupan. Hubungan kausalitas dalam keseimbangan. ..... Dimanapun kita berada, itu adalah rumah kita.  Ketika pesawat take off pukul 18.50 WITA. Meninggalkan Sepinggan. Dalam hati aku merasa.... I left    my home ,  to go back to my home..  ........... Mobil meluncur di tol Semarang-Salatiga. Persis sebelum rest area Salatig

Sebuah rumah di jalan Kemiri Salatiga

Saya akan bercerita sedikit sambil menunggu kopi yang tak kunjung datang..  Ngene ceritane..dulu...di awal tahun 90-an, aku masih menempuh pendidikan di salah satu SMA di Jl. Kemiri Raya Salatiga.  Saat itu... Ada sebuah rumah besar di daerah Kemiri Candi Salatiga yang sangat menarik perhatianku. Bila kita memandang rumah itu, Nuansanya terasa sangat berbeda. Sangat membumi. Bentuknya agak berbeda dibandingkan dengan rumah-rumah di sekitarnya. Arsitekturnya cukup unik.  Luas dan asri. Itu adalah rumahnya Pak Arief Budiman dan Bu Leila Ch. Budiman...   The house is located in Kemiri Village, Kemiri Candi street, at the foot of Mount Merbabu.  It was built in 1985, after Arief Budiman returned from his doctoral studies at Harvard University. He choose Salatiga as his home because he felt alienated and disappointed by the rapid development and social in justice in Jakarta.  He wanted to live in a more peaceful and natural environment, where he could pursue his academic and artistic intere

Little House In The Prairie

  Laura Jika kamu anak SD atau anak SMP sekitar tahun 1980-an, so pasti dengan tingkat probabilitas cukup tinggi....dan cukup meyakinkan pasti tahu siapa gadis pada gambar di atas.  Ya..Laura. Karakter Laura dalam film Little House In The Prairie diperankan oleh Mellisa Gilbert. Tapi tahukah kamu jika karakter Laura dalam film tersebut sebenarnya adalah personifikasi karakter dari penulis buku Little House In The Prairie itu sendiri?  Siapa penulis cerita Little House in The Prairie? Laura Elizabeth Ingalls Wilder. Laura Elizabeth Ingalls Wilder adalah seorang penulis Amerika yang terkenal dengan seri buku anak-anak Little House on the Prairie , diterbitkan antara tahun 1932 dan 1943, yang merupakan  kisah masa kecilnya di keluarga pemukim dan perintis.  Selama tahun 1970-an dan awal 1980-an, serial NBC-TV Little House on the Prairie didasarkan pada buku-buku Little House. Laura adalah anak kedua dari lima bersaudara yang lahir dari pasangan Caroline dan Charles Ingalls pada tanggal 7

Kemerdekaan Berserikat Berkumpul NGOPI-NGOPI

Deretan rak berisi buku-buku berjejer di sepanjang dinding dekat pintu utama. Sang Owner sepertinya sengaja meletakkan rak buku itu di situ. Bagian terdepan yang pertama akan langsung kita temui adalah buku- buku tua - tebal - kelihatan agak lusuh, jika kita memasuki ruangan itu. Ada photo besar dengan pigura antik. Seorang Belanda bertopi putih, berdiri gagah. Di bawahnya ada deretan pigura-pigura kecil ditata rapi. Penuh dengan photo-photo lawas. Sebuah perkebunan kopi. Berangka tahun 1938.  .,........ Tahun 1929. Loji Belanda bercat putih. Halaman luas. Arsitektur indische.  Gaya arsitektur indische adalah adaptasi dan paduan antara arsitektur Eropa dengan arsitektur lokal tropis Indonesia. Rumah besar ini dibangun oleh  CP Wolff Schoemaker, seorang arsitek berkebangsaan Belanda.  Jendela kayu besar-besar. Lantai keramik teraso. Gazebo taman kecil berada di samping rumah.  " Maria...speel niet in de tuin. Laten we het huis binnengaan. Binnenkort gaat het regenen." Terdenga

Sugih tanpa Banda

Aku mau cerita dikit mengenai syair atau lirik lagu "Sugih Tanpa Banda". Ayok kita ngoceh ngalor ngidul lagi....sinambi ngopi karo nyawang lintang ngalih..  .................. Syair tembang "Sugih Tanpa Banda" ini menggambarkan bagaimana seseorang yang telah mencapai tingkat kesempurnaan dalam tasawuf, yaitu maqam al-fana, yaitu keadaan di mana seseorang telah lenyap dari segala sesuatu selain Allah SWT.   Orang yang telah fana ini merasa kaya tanpa harta, kuat tanpa mantra, menang tanpa merendahkan orang lain, dan bahagia tanpa ada kesedihan.  Orang ini juga menerima apa yang Allah berikan dengan pasrah, tidak mengharapkan balasan, dan memiliki nama yang baik di mata Allah dan manusia.   Syair tembang ini merupakan salah satu karya dari RM Sosrokartono, seorang filsuf dan sufi Jawa yang menguasai 17 bahasa dan banyak ilmu pengetahuan.   Syair ini mengandung ajaran tasawuf Islam yang sangat mendalam dan relevan dengan kehidupan kita sehari-hari.   Tasawuf adalah ilm

10 OF THE MOST FAMOUS AND INSTAGRAM-ABLE COFFEE SHOP IN SALATIGA

 Hello, everyone! Welcome back to my blog, where I share with you my passion for coffee and travel. In this blog, I'm going to take you to Salatiga, a charming city in Central Java, Indonesia, where I visted 10 of the most famous and Instagram-able coffee shops. Salatiga is known for its cool climate, beautiful scenery, and rich culture. It's also a great place to enjoy some of the best coffee in the country.  So, without further ado, let's get started! 1. PINOG COFFEE The first coffee shop that I visited was Pinog Coffee, which was established in 2016. This cafe has a cozy and minimalist interior, with wooden furniture and green plants.  They serve various kinds of coffee, from espresso to manual brew, as well as tea, juice, and smoothies. I ordered a cappuccino and a slice of banana cake, and they were both delicious. The coffee was smooth and creamy, and the cake was moist and fluffy.  I also liked the friendly and attentive service from the staff. 2. CLEVERLY EATERY The

Negeri Para Ksatria Bra Tara

  " Ada sebuah cerita negeri timur raya. Alamnya indah,  penduduknya ramah. Berbagai suku bangsa dan budayanya. Mereka menyebutnya Nusantara. Membentang bagai permata di khatulistiwa. Hijau hutannya, biru lautnya. Berlambang burung Garuda, tersemat di dada. Bhineka Tinggal Ika-lah jiwanya....." Tulisan ini dimulai dengan lirik bait lagu yang ditulis oleh seorang dosen "gaul asyiik" dari salah satu universitas negeri ternama di Yogyakarta.  "Mereka menyebutnya Nusantara."  Kata Nusantara merupakan gabungan kata Nuswa (atau Nusa), Anta dan Tara. Nuswa artnya pulau tempat tinggal. Anta artinya laki-laki kesatria. Tara  artinya mulia.  So.... Nusantara atau Nuswantara berarti pulau atau kepulauan yang merupakan tempat tinggal para kesatria yang mulia.  ........... Lambang burung Garuda pada photo di atas merupakan lambang negara yang tergantung di dinding ruangan hall   pada salah satu bangunan colonial di kota Bogor, Jawa Barat. Bangunan itu  dibangun oleh